buku tamu

Kamis, 05 September 2013

cerita lucu

Menelan Bolpoin
Disebuah rumah sakit tiba-tiba telepon berdering, seorang petugas jaga mengangkat telepon itu yang ternyata adalah suara ibu-ibu yang sedang panik,...
Ibu-ibu : "Tolong segera kirimkan ambulans ke rumah saya, cepat! anak saya menelan bolpoin...!!"
Petugas : "Kami akan segera datang bu!! ibu jangan panik, ibu tahu apa yang harus ibu lakukan sebelum kami datang,..?"
Ibu-ibu : "Tentu saja!!! saya harus menulis menggunakan pensil,.."
Petugas : "!!!????@@@$#%#$#???"
Belajar Berhitung Lebih Dari 10
Seorang anak berumur 5 tahun sedang belajar matematika bersama ibunya,..
Ibu : "Baik nak sekarang kita belajar menghitung 1 sampai 10,.."
Anak : "Aku sudah bisa bu,..! 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,..!!"
Ibu : "Wahhh,..ternyata anak ibu pintar,..sekarang coba hitung setelah 10,..?"
Anak : "Bisa bu,..!"
Ibu : "Coba,.."
Anak : "Jack, Queen, King, AS"
Ibu : "@###!$!!$%$@#@@@@????!!!!!????"
Memperbesar Foto Seukuran Aslinya
Suatu hari Beno datang ketempat cuci cetak foto,....
Beno : "Pak,..disini bisa nggak mencetak foto segede aslinya??"
Pelayan : "Ohh,..tentu saja dik,..kami ini kan ahlinya,..."
Beno : "Kalau gitu tolong besarin foto ini sesuai ukuran aslinya,.." 
Beno menyerahkan foto Candi Borobudur!!!
Doa Seorang Kakek Pada Anak Yang Baik Hati
Disebuah bus Dodi melihat seorang kakek-kakek yang tidak kebagian tempat duduk,....
Dodi : "Kek,..silahkan duduk disini,.." sambil berdiri dan memberikan kursinya untuk si kakek.
Kakek : "Terima kasih nak,...kamu baik sekali,..! kakek doakan semoga kamu mati hari ini dan langsung masuk surga,.."
Dodi : "???????????????!!!!!!!??????????"
Harga Burung Yang Mahal
Seorang ayah pecinta burung pergi kepasar hewan dan berhenti disebuah kios burung.
Ayah : "Mas,..berapa harga burung yang ini,..?"
Penjual : "Kalau itu yang sedang bernyanyi harganya 1 juta, kalau yang satunya lagi yang diam saja itu lebih mahal lagi,..harganya 5juta."
Ayah : "Lhohh kok lebih mahal yang diam?"
Penjual : "Iya,..itukan pencipta lagunya,.."
Ayah : "@@##@$$@!!!????"
Gadis Yang Ternoda
Seorang gadis menangis karena kegadisannya direnggut oleh pacarnya, kepada ibunya yang baru saja bergabung dengan KLUB DETERJEN ternama,..
Gadis : "Ibuu,...aku sudah ternoda bu,.." Sambil menangis menyesali,..
Ibu : "Nggak Ada Noda Ya Nggak Belajar,.."dengan santainya ibu menjawab,...
Kalau Pencuri Ketahuan Jadi Gugup
Seorang anak sedang mencuri mangga milik tetangganya ketahuan dan si pemilik pohon menodongkan senapan angin untuk mengancamnya,....
Pemilik Pohon : "Hayooo,..kamu lagi ngapain,...?"sambil menodongkan senapan,..
Melihat senapan angin yang ditodongkan anak itu panik dan gugup,..
Pencuri : "Saya sedang mencari kelelawar buat rujak,..!"\

 sumber; http://www.ceritalucuku.com/2013/04/kumpulan-cerita-lucu-pendek-keluarga.html

senyum terakhir

Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tau siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.

Setelah beristirahat aku langsung menggayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tau. Aku segera pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada ditaman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghapirinya.
“Hai…..”, kataku

Dengan senyum aku menyapanya.
Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.

“Hai.. boleh kenalan gak?”.
“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku.

Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tah u namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.
“Kamu tinggal dimana?”, kataku.
“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.”
“Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak enak juga kalau suasananya begini-begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.

Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan mengeliling taman, dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami dengan candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama karena arah rumah kami searah. Tamara berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebeleh kanan di kompleks tempat tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara kami berhenti dan menyempatkan diri untuk bercanda sebentar.

Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat kami berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?”, katanya dengan senyum.
“Iya...”, kataku sembari membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.
“Ok… aku pulang yah.. dadah..!, sambil berjalan dan melambaikan tangan.

Di perjalanan, aku hanya bisa berkata “baru kali ini aku bisa cepat berkenalan dengan seorang gadis, apalagi gadis seperti Tamara”. Kini aku berjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalan yang mulai redup dan di kerumuni serangga.

Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling taman”, kataku sambil menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.
***

Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama sekolah dengan dia, kemarin aku lupa nanya sih. Aku langsung berlari menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.

Tamara berhenti dan memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!”, katanya sembari menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu gerbang di tutup”.

Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia duduk di sampingku, karena Dino teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara naik dan memperkenalkan dirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku Tamara. Aku baru pindah dari Makassar kemarin, semoga kita semua bisa menjadi teman yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.

Kini kami semakin dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita tentang tugas sekolah.

“Kamu suka pelajaran apa?”, tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyaku.
“Seperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau baca?”, kataku sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?”.
“Ok…”, katanya sambil tersenyum.
***

“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel menandakan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru yang mengajar tidak datang. Jadi aku dan Tamara bersama teman-teman yang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang dapat mengocok perut.

Tak lama kemudian, kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang Tamara berteriak, “Auuuuhh sakit, Zhaky bantu aku berdiri!” pintanya sambil meneteskan air matanya. kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk, pasti kamu akan sembuh kok”, kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh, gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku berat loh!”, katanya sambil tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil tersenyum.

Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat kedatanganku yang menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak pulang ke rumah. Sesampai dirumah aku langsung melepas pakaian dan makan siang. Sesudah itu aku langsung tidur karena aku lelah banget udah gendong Tamara.
***

Keesokan paginya aku menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah, dia sudah bisa berjalan dengan baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong kayak gitu?”, tanyanya sambil mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa ke tukang urut, rasanya sakit amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil tersenyum.
Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan sesuatu, aku dan Tamara bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai Bira!”, kataku.

Tak sabar menunggu saat itu, aku menceritakan sedikit tentang pantai Bira kepada Tamara. Kami tidak memerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin mengasyikkan. Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman perasaanku saja. Kami berkeliling sekolah mencari hal-hal yang baru dan melupakan apa yang aku banyangkan tadi.

Tidak lama kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa dengan senangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas kami duduk dan menunggu guru. Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang.

Aku merasa agak tidak enak badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa, kan?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!”, katanya sambil berjalan menuju guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?” tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.

Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barang-barangku ke dalam tas
lalu dia juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”, katanya.

Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante ini”.
“Iya, sama-sama tante”, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar dari kamarku.
***

Keesokan paginya, rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan ku bawa. Aku mandi dan sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara. Tapi, Tamara sudah berangkat duluan. Aku langsung ke sekolah. Sampai di sekolah aku melihat Tamara dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”, katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di keningku.

Tak berapa lama kemudian, bus yang akan mengantar kami ke pantai Bira pun datang. Aku duduk di belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama teman wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku memiliki pirasat buruk dan naas tak berselang beberapa lama mobil yang aku tumpangi kecelakaan.

Aku merasa kepalaku sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada di pikiranku sekarang adalah Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang lemah. “Tamara.. kamu gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya. Aku melihat teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat aku ke tempat duduk Tamara, aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yang aku rasa membuat aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil menangis.

Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di rumah sakit, aku kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik-baik sajakan Bu?”.

Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lain”, dengan nada yang pelan ibu memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan itu”, kata ibu sembari memelukku.

Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “ kenapa dia terlalu cepat meninggalkan aku Bu?”. Aku terdiam dan mengingat saat aku sakit, dia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi senyuman terakhir darinya.

sumber; http://www.kukejar.com/2013/03/cerpen-persahabatan.html

Rabu, 04 September 2013

kenapa harus aku mah?

Kehidupan itu memang terkadang terlihat tidak adil. Namun jangan pernah menyalahkan TUHAN mu yang menciptakan semua jalan ini. Keadilan hanya milik NYA semata yang tak pernah memilih atau memandang sebelah mata umat-umatnya.
Di dalam keluarga sering terlintas ketidakadilan tersebut. Hanya karena kekurangan dan kesempurnaan yang menjadi faktor paling dominan…
“Bagaimana dok dengan kondisi Airin?” tanya mamah Nina
“Kondisi Airin kini semakin memprihatinkan, satu demi satu organnya melemah…” jawab dokter Briyant
“Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan Airin dok…?” lanjut mamah Nina
“Kita terpaksa harus mencari lagi pendonor sum sum tulang belakang yang cocok untuk Airin dan biasanya itu adalah anggota keluarga terdekat Airin…” jelas dokter
Airin hanya bisa terllihat dari ruang ICU yang sangat kritis. Airin memang sejak kecil memiliki fisik yang sangat lemah dan itu membuat dia terlalu mudah untuk jatuh sakit.
“Kenapa harus aku lagi mah, apa kurang cukup semua yang udah aku kasih ke kak Airin…” kata Devi sambil menangis
“Terus siapa lagi yang bisa menyelamatkan kakak kamu kalau bukan kamu dev, apa kamu ndak kasian lihat kakak kamu sekarat seperti itu…?” tegas mamah Nina
“Tapi mah apa harus seluruh organ tubuhku ini aku kasih ke kak Airin? Mau sampai kapan mah, apa sampai organ di tubuh aku ini habis menggantikan organ-organ kak Airin…?” jawab Devi
“Mamah bicara seperti ini bukan semata meminta persetujuan dari kamu tapi untuk mengingatkan kamu untuk bersiap, karena operasi itu akan di lakukan besok pagi, lebih cepat lebih baik…” tegas mamah Nina lagi tanpa membiarkan Devi untuk berbicara lagi
Akhirnya Devi pun tak bisa menolak kemauan mamah Nina. Tepat pukul 10.00 Wib, ruang operasi menyala tanda operasi akan segera di mulai. 2 jam berlalu dan begitu menegangkan dan akhirnya selesai juga operasi ini dengan sangat lancar. Mamah Nina langsung menemui Airin yang masih belum sadarkan diri.
Dua minggu berlalu dan Airin sudah diperbolehkan pulang. Mamah Nina dengan penuh kasih sayang merawat dan menemani Airin sampai ia pulang tanpa memikirkan sedikit pun Devi yang juga terbaring lemah di rumah sakit.
Perlakuan seperti ini memang sudah terjadi sejak Devi kecil.
Kondisi Airin semakin membaik namun sebaliknya kondisi Devi malah yang semakin memburuk.
“Dev, kamu kok kelihatannya semakin hari semakin pucat, kamu sakit ya Dev…?” tanya Airin yang memang dari tidak mengetahui bahwa pendonor selama ini adalah adik kandungnya sendiri yang sangat dia cintai.
“Ndak apa kok kak, Devi baik-baik aja, sebentar lagi juga sembuh…” jawab Devi yang hanya bisa menahan segala rasa sakitnya
“Syukurlah kalau begitu, kakak sayang sama kamu Dev jadi kakak ndak mau sampai terjadi apa-apa sama kamu..” ulas Airin sambil memeluk Devi
Devi hanya bisa menangis menahan semua yang dia rasakan selama ini.
Berjalan di jembatan yang sepi namun tenang. itulah yang selalu Devi lakukan jika dia sedang sedih. Devi mencurahkan isi hatinya dengan menangis sepuas hatinya di jembatan yang menjadi saksi bagaiman perjalanan hidup Devi yang tak pernah adil kepadanya.
“Kenapa selalu aku ya ALLAH, semua organ di tubuh ku hampir habis untuk menyelamatkan kakak ku Airin. Darah, Ginjal, dan sum-sum tulang belakang aku. Sakit ya ALLAH, apa yang bisa ku perbuat jika semua itu permintaan mamah yang sangat saya sayangi. Jika memang itu membuat mereka semua bahagia, aku ikhlas ya ALLAH bahkan jika nyawa ku pun aku rela. Tapi 1 yang akun pinta pada mu, ijinkan aku di peluk dan di panggil sayang oleh mama ku yang selama ini tak pernah menganggap aku anaknya…” jerit Devi dengan air mata yang tak mampu ia bendung lagi
“Jadi ini alasan kenapa kamu berubah menjadi selemah ini Dev…?” sambung Airin yang ternyata telah mendengarkan semua yang di katakan Devi
“Kak Airi? sejak kapan kakak ada di situ…?” tanya Devi yang gugup menghapus air matanya…
“Aku ndak pernah menyangka kalian semua bisa menyembunyikan semua ini sama aku, aku ndak perlu kalian kasiani. jika aku tau bahwa kamu yang selama ini menjadi pendonor untuk ku, aku lebih baik mati Dev jika harus mengorbankan masa depan kamu…”
“ndak kak, aku ikhlas kok, bahkan aku rela jika harus menukar nyawa aku untuk kakak..” jawab Devi sambil memeluk Airin
“lebih baik aku yang mati Dev, aku sudah ndak berguna lagi…” lanjut Airin semakin lirih dan…
“kak Airin, kak kakak kenapa…?” teriak Devi panik karena Airin pingsan
“Ini semua karena kamu, awas aja kalau terjadi apa-apa dengan kakak kamu, kamu nyang harus tanggung jawab…!” tegas mamah Nina kepada Devi.
“Maaf bu, seharusnya ini tidak terjadi terhadap Airin. karena ini sangat fatal akibatnya. terjadi penyumbatan di pembuluh jantungnya dan ternyata jantung Airin terdapat kelainan. dan harus segera kita lakukan pencakokan jantung…” kata dokter
“biasanya mamah meminta aku untuk memberikan apa pun yang di butuhkan oleh kak Airin tapi kali ini dengan tekad ku sendiri. aku siap menjadi pendonor jantung buat kak Airin. dan aku yakin jantung ku pasti cocok karena selama ini kan seperti itu…” sambung Devi memotong pembicaraan dokter Briyant
mamah Nina kaget mendengar pernyataan dari Devi, spontan mamah Nina memeluk Devi
“mamh ndak nyangka, ternyata ada berlian yang selama ini mamah sia-siakan, mamah minta maaf karena selama ini ndak pernah menganggap kamu ada dan menjadikan kamu robot kakak kamu Airin, tapi…” sambung mamah Nina
“mamah ndak perlu minta maaf gitu, Dev rela kok mah demi kak Airin dan juga kebahagiaan mamah. aku cuma ingin mamah peluk seperti mamah meluk kak Airin dengan segenap kasih sayang mamah…” tutur Devi
“mamah janji sama kamu, mamah akan peluk kamu dengan erat dengan rasa kasih sayang mamah…” jawab mamah Nina
operasi berjaln lancar dan itu merupakan pengorbanan terakhir Devi. dan kini jantung dari seorang anak yang berhati berlian…
ALLAH memberi tempat yang paling indah untuk Devi di sisinya dengan segala kemuliaan hati dan keikhlasannya. Keadilan itu bukan hal yang harus kita miliki karena di setiap pengorbanan yang tulus akan mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya

sumber; http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/kenapa-harus-aku-mah.html

cerita seram diasrama

kejadian berlaku di asrama sekolah aku, and to be exact, dorm aku sendiri lah. masa tu weekend. dan weekend tu, pulang bermalam optional. since optional, aku tak balik lah. jauh kot, MUAR-TERENGGANU. tiket dah lah mahal. balik sekejap je. tak mo aku balik. tapi, aku rasa itu lah paling ramai sekali pelajar sekolah tu balik masa pulang bermalam optional. punya lah ramai pelajar sekolah tu, dalam 650 kot, yang tinggal masa tu tak sampai 100 pun kat sekolah. fuhh! dahsyat sungguh! tak silap aku, aspura tak sampai 20 orang kot. aspura form 5, tak sampai 5 kot, berdasarkan pemerhatian aku ler. dahsyat tak dahsyat nya kan? mungkin sebab tahun lepas tu, kitorang tak dapat banyak sangat cuti untuk balik rumah, tak macam 2 tahun lepas. tu yang pakat balik semua tu.
dorm aku, aku dan pe'ah je senior yang tinggal. junior, azra dan alia. 4 daripada 16 orang tu. so, kitorang jemputlah dorm lain datang tidur sebab nak meramaikan lagi dorm. takut you! tu pun penuh separuh je.
nak dijadikan cerita, malam first yakni jumaat malam. kitorang, seperti biasa, belajar kat dorm. takde kelas, bahagia je hidup. sebab setiap kali weekend mesti ada kelas. kat dorm, ada 8 katil dua tingkat. so, overall 16 lah semuanya. 8 belah kanan, 8 belah kiri. kitorang penuhkan dekat belah kanan. jadi, belah kiri tu memang kosong sekosong-kosong nya.
masa tu dah pukul 1 pagi, tinggal aku dengan biha je *classmate a.k.a budak dorm lain yang aku jemput tidur kat dorm*. kitorang study add maths. 1.15 camtu ah, biha naik katil tidur. tinggal aku sorang. study punya study, aku rasa takut pulak nak stay up sensorang. dah lah kat asrama tak banyak orang. so, 1.40 aku pun naik katil dalam keadaan mata yang still segar bugar lagi. tak mengantuk weh! T_T
dah naik katil, aku amik comforter kat locker, tutup locker, baring. sebelah aku, junior aku, azra. dah sedap-sedap  baring tu, "Tap! Tap! Tap! Tap! Tap!" bunyi macam orang ketuk kat besi katil. tapi bunyi tu datang dari arah belah kiri yang semua katil tu kosong. mula-mula aku tak terfikir apa-apa. so, aku jenguk je lah kepala tengok belah sana. takde apa-apa. tapi, bunyi tu bertalu-talu, tak berhenti. aku tiba-tiba naik seram. aku kejut junior aku tu. cesss! dia tak bangun. aku takde pilihan, aku selubung dalam comforter, dan tutup telinga rapat-rapat.
okay, dah lama tutup tu, tangan aku dah lenguh. aku bukak balik. dah hilang bunyi tu. pastu, tiba-tiba "Tap! Tap! Tap! Tap! Tap!". bunyi lagi! aku tutup lah telinga aku. dalam hati, kenapa tak ngantuk lagi ni? fikiran dah melayang entah ke mana, macam-macam cerita hantu dalam kepala. but still, perkara yang sama berulang-ulang kali berlaku. aku tutup, bukak, senyap, bunyi balik. macam replay je. tapi, itulah yang berlaku sampai aku tertidur.
 
sumber; http://sukacakapsorangsorang.blogspot.com/2013/02/cerita-seram-di-asrama.html

Hantu Pohon Nangka

Semua orang di rumahku sudah tahu, aku mudah sekali takut pada hal-hal sepele. Misalnya pada kecoa, atau pada kucing kecil tetanggaku. Bahkan bila ada tamu tak dikenal melangkah masuk ke rumahku, aku terbirit-birit berlari mencari Mama sambil berteriak, "Mama…ada orang asing datang!" jantungku kemudian akan berdebar kencang, keringat dingin keluar.
Anehnya… kejadian demi kejadian terus berlanjut tanpa aku bisa mengerti mengapa aku menjadi penakut. Adik bungsuku pun gemar mengejekku dengan nyanyian, "Mas Aver penakut… Mas Aver penakut…"
Bagaimana dengan cerita-cerita horor, film hantu, vampir…? Jangan ditanya! Aku tak berani samasekali menontonnya. Padahal kata Pak Ustadz Agus guru mengajiku,
"Bila kamu yakin akan keberadaan Tuhan Yang Maha Perkasa, semua rasa takut tentu tak akan mengusik hati kita. Hati kita tidak akan pernah gentar."
"Bahkan ada manusia-manusia terpilih yang dapat mengalahkan ketakutan mereka seperti yang terjadi pada Nabi Sulaiman", lanjut Pak Agus.
Sejak itu aku sering menghadiri pengajian Pak Ustadz Agus di TPA dekat rumahku. Aku tidak peduli pada ocehan adikku tentang hantu yang bercokol di pohon nangka di depan teras rumahku.
Ya…adikku, Aji, sering sekali berceloteh bahwa di atas pohon nangka kami ada penunggunya. Wajahnya seram, berkepala botak, bertubuh tinggi besar kira-kira dua meter. Katanya si penunggu itu terlihat ngambek bila anak-anak kecil naik ke pohon itu dan mematahkan ranitng-ranting pohon atau menggores-gores buah nangka yang belum ranum.
"Kau pikir aku akan takut dengan cerita-cerita khayalmu itu, Aji!" bentakku pada Aji. Tapi aku bingung juga memikirkan mengapa anak kecil seperti Aji sudah bisa berkhayal tentang hantu yang tinggi besar dan menakutkan. Apakah Aji benar-benar telah melihat hantu pohon nangka itu? Atau dia hanya ingin menakut-nakutiku saja?
"Betul lo Mas Aver. Sudah berkali-kali aku melihat hantu pohon nangka itu nongkrong di atas dahan yang berada di atas kamar Mas Aver…," cerita adikku suatu hari.
"Lha, mengapa si hantu tidak mengajakmu bermain?" ledekku.
"Hantu itu memang sering turun dari pohon nangka. Ia lalu mengelilingi rumah, dan dia sepertinya tidak suka jika rumah berantakan. Makanya kamar Mas Aver harus bersih. Gawat lo, kalau kena marah hantu!" ancamnya. Wah, aku tertawa geli mendengar cerita Aji.
Sore yang agak mendung, membuatku merasa gerah. Musim hujan sudah tiba rupanya. Air hujan sering membasahi halaman rumahku, sehingga udara di bawah pohon nangka agak lembab. Harum buah nangka dan bau bakal buah nangka sering memasuki kamarku. Aroma yang khas disukai adikku, tapi aku tidak begitu menyukainya. Jam menunjukkan pukul 17.00. Hujan mulai turun rintik-rintik, menambah dingin suhu kamarku. Sesaat kemudian telepon di ruang tengah berdering, bergegas aku mengangkatnya.
"Hallo, sayang, ini Mama… Mama dan Papa tidak bisa pulang sore ini. Nenekmu sekarang sedang dirawat di ruang gawat darurat…"
Wah, gawat nih, pikirku. Kedua orangtuaku belum pasti pulang malam ini. Hatiku menjadi gundah, karena malam ini adalah malam Jum'at Kliwon. Orang Jawa bilang malam yang penuh dengan hal-hal mistik. Waktunya hantu banyak bergentayangan. Akh, imanku mulai goyah lagi.
Malam semakin larut, jam menunjukkan pukul 23.00. Mama Papa belum juga datang. Aku dan Aji masih bangun. Karena bosan menunggu, akhirnya Aji menyalakan televisi. Aku masih membaca buku di kamar. Belum beberapa lama, tiba-tiba...pet! Lampu mati begitu saja, semua gelap gulita.
Aji berteriak memanggilku, akupun tidak kalah kerasnya berteriak memanggil Aji. Kami saling bersahut-sahutan. Kami berdua amat takut pada kegelapan. Untung saja, aku segera sadar! Masa aku harus takut pada kegelapan?
Tiba-tiba aku teringat pada hantu pohon nangka. Apakah ia akan muncul di kegelapan rumah kami. Tak terasa keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku.
"Cepat Mas, kita cari lilin…," sela Aji setelah kami saling beremu.
Brak brak…
"Aduh!" tiba-tiba setumpuk buku menimpa Aji. Adikku merintih kesakitan.
"Aduh Mas… tolong! Kepalaku sakit… berdarah Mas! Berdarah, tolong!"
"Sabar Aji, ya…ya… akan kutolong."
Aku meraba-raba dinding rumah mencari korek api. Dan tentu saja aku harus mencari betadin karena luka Aji harus diobati. Tak berapa lama… Byaar! Lampu menyala terang sekali. Aku amat girang! Bergegas kuhampiri Aji. Buku-buku menumpuk berantakan di samping Aji, sementara adikku duduk bersimpuh kesakitan di lantai. Kuamati ia dengan teliti.
"Mana lukamu? Mana darahnya?" Aku mencari-cari darah di tubuh Aji. Akh ternayata tak ada darah setetespun yang keluar. Tak ada segores lukapun pada tubuhnya. Aji meraba-raba dahinya yang basah akibat kena tetesan air hujan.
"Wah, bocor…," celetuk adikku.
Kami tertawa terbaha-bahak… Namun tiba-tiba… pet ! Lampu mati kembali, … dengan terburu-buru kupeluk Aji.
"Ayo Ji, kita masuk kamar saja. Kita tidur saja…"
Terseok-seok kami berdua menuju kamar tidur, kudengar hujan di luar agak keras. Tiupan angin malam yang menggerakkan daun nangka terdengar jelas olehku. Bukankah sudah kukatakan dahan-dahan nangka itu tepat berada di atas kamarku. Seer…seer, bunyi dahan pohon nangka. Kami ingat tentang hantu pohon nangka. Tiba-tiba terdengar benda terjerembab jatuh di dekat ranjang kami. Hii…iihh! Kupejamkan mataku. Kututup telingaku dengan bantal, kuraih tubuh adikku, kurapatkan dekapan kami. Detak jantung kami berdegup cepat sekali. Akhirnya kami tertidur…
Keesokkan harinya kami terbangun, jam dinding berdentang enam kali. Kuhentakkan Aji.
"Aji.. ayo bangun, kita harus sekolah! ayo cepat, nanti kesiangan…"
"Eh, Mas, apakah tadi malam kita memakai selimut ini?" tanya Aji keheranan, sambil membukakan selimut tebal yang menyelimuti tubuh kami berdua.
"Kurasa tidak…'kan ini selimut Mama. Mengapa ada di sini?"
Segera aku berlari keluar kamar. Ha!? Orangtuaku pun belum pulang. Kunci kamar tamu masih tergeletak pada laci tempatnya. Aku bingung. Aji pun bingung…
"Kalu begitu, siapa yang menyelimuti kita ya…?" Aji bertanya. Aku memandang Aji, kami saling pandang. Lalu secara bersamaan kami berteriak sambil berlari menuju keluar rumah.
"Hantuuuu….!!!"
"Eit, eiit…apa-apaan ini, kalian berdua…?" sekonyong-konyong mamaku datang dari arah dapur. Saat itu juga aku lega. Lega sekali…..



sumber; http://tiga-bt.tripod.com/cerpen.htm
Cerita hantu seakan tak ada habisnya, cukup menarik untuk disimak, ada cerita yang lucu sampai yang seram, bahkan ada yang seakan mustahil. Masalah percaya atau tidak, itu lain urusan. Kali ini, tim mata batin infomistik akan menyajikan kiriman cerita dari salah seorang pembaca setia infomistik yang bernama Hadi, yang tinggal di Malang, Jawa Timur.  Menurutnya, cerita ini adalah kisah nyata yang terjadi beberapa bulan lalu.  Ia bertemu dengan hantu pocong, dan ia mendapatkan uang dari hanctu pocong tersebut.  Berikut ini adalah cerita kisah kejadian tersebut.
Para pembaca setia infomistik yang budiman di mana saja berada, izinkan saya sebelumnya saya perkenalkan diri terlebih dahulu, nama saya Hadi, lengkapnya Nur Hadi.  Saya tinggal di sebuah desa di Malang, Jawa Timur. Saat ini saya berumur 43 tahun dan sudah berkeluarga. Saya tidak memiliki  pekerjaan tetap, saya hanya menunggu orang-orang tetangga saya atau kawan saya yang menyuruh saya membantu mereka.  Yang tersering adalah membantu kawan yang sebagai kenek truk mengantar barang. Karena tidak ada pekerjaan tetap, penghasilan juga tidak tetap. Ekonomi keluarga sangat memprihatinkan.
Suatu malam, saya sedang bingung, beras sudah habis, uang sudah habis, bagaimana dengan ongkos anak saya sekolah besok, bagaimana dengan sarapanya, saya sangat bingung, mau pinjam teman ya tidak enak, orang macam saya mana dipercaya pinjam uang.  Malam itu saya berjalan tanpa arah sambil merenung.  Dalam perjalanan, tepatnya dekat kuburan, saya dikagetkan dengan munculnya sosok hantu pocong di pinggir jalan, dekat dengan gapura pemakaman.
Kepalang tanggung, dengan memberanikan diri saya sapa hantu pocong itu, belum pernah saya lakukan hal ini sebelumnya. “hai hantu pocong, siapa namamu dan apa maksudmu”, kata saya. “heeei, aku salamun, siapa kamu”, jawab hantu itu dengan suara sengau. Aku sangat kaget, ternyata hantu pocong bisa bicara. “aku Hadi, memangnya kenapa?”, tanyaku. “heeei, kamu kenapa, kamu butuh apa?”, kata Salamun si hantu Pocong itu.  Mendengar jawaban hantu pocong itu, muncul sikap isengku, lalu aku jawab “aku lagi butuh uang, memangnya kamu punya?”, jawabku. “heeei, kamu minta berapa?” kata Salamun si hantu Pocong itu. Aku langsung menjawab “aku minta sepuluh juta, kamu punya?”. “heeei, untuk apa uang itu”, tanya si Hantu Pocong itu. “ya untuk makan dan biaya sekolah anakku”, kata saya. “hmmm, aku kasih lima juta, kamu mau?”. “ya, mau, mana uangnya?”, kata saya. Lalu tiba-tiba hantu pocong itu melempar saya dengan segepok uang limapuluh ribuan sambil berkata “itu uangnya, terimalah”, kata si hantu pocong itu dan iapun menghilang.
Saya pungut gepokan uang tersebut, tanpa menghitungnya, segera saya masukkan uang itu ke saku celana saya dan buru-buru saya kembali pulang ke rumah.  Setalah sapai di teras rumah, sebelum saya masuk, saya rogoh saku saya, ternyata masih ada, saya keluarkan uang itu lalu saya hitung, ternyata pas lima juta rupiah. Tak kuasa menahan rasa gembira, air mataku berlinang, dan aku bersyukur kepada Tuhan, dalam hati saya berkata “ya Allah, terima kasih ya Allah, siapapun yang memberikan ini kepadaku, tapi ini adalah pemberian-Mu, aku bersyukur  kepadamu, Engkau Maha Pemberi Rizki, berkatilah uang ini, keluargaku sangat membutuhkan uang ini”. Lalu aku masuk rumah, bergegas aku taruh uang ini di atas meja kamarku, lalu aku ambil air wudlu untuk bersembahyang, untuk memuji Allah, Tuhan yang telah memberikan rejeki kepadaku dengan cara-Nya
- See more at: http://infomistik.com/kisah-mendapat-uang-hantu-pocong-241.html#sthash.vi6X3tn2.dpuf
Cerita hantu seakan tak ada habisnya, cukup menarik untuk disimak, ada cerita yang lucu sampai yang seram, bahkan ada yang seakan mustahil. Masalah percaya atau tidak, itu lain urusan. Kali ini, tim mata batin infomistik akan menyajikan kiriman cerita dari salah seorang pembaca setia infomistik yang bernama Hadi, yang tinggal di Malang, Jawa Timur.  Menurutnya, cerita ini adalah kisah nyata yang terjadi beberapa bulan lalu.  Ia bertemu dengan hantu pocong, dan ia mendapatkan uang dari hanctu pocong tersebut.  Berikut ini adalah cerita kisah kejadian tersebut.
Para pembaca setia infomistik yang budiman di mana saja berada, izinkan saya sebelumnya saya perkenalkan diri terlebih dahulu, nama saya Hadi, lengkapnya Nur Hadi.  Saya tinggal di sebuah desa di Malang, Jawa Timur. Saat ini saya berumur 43 tahun dan sudah berkeluarga. Saya tidak memiliki  pekerjaan tetap, saya hanya menunggu orang-orang tetangga saya atau kawan saya yang menyuruh saya membantu mereka.  Yang tersering adalah membantu kawan yang sebagai kenek truk mengantar barang. Karena tidak ada pekerjaan tetap, penghasilan juga tidak tetap. Ekonomi keluarga sangat memprihatinkan.
Suatu malam, saya sedang bingung, beras sudah habis, uang sudah habis, bagaimana dengan ongkos anak saya sekolah besok, bagaimana dengan sarapanya, saya sangat bingung, mau pinjam teman ya tidak enak, orang macam saya mana dipercaya pinjam uang.  Malam itu saya berjalan tanpa arah sambil merenung.  Dalam perjalanan, tepatnya dekat kuburan, saya dikagetkan dengan munculnya sosok hantu pocong di pinggir jalan, dekat dengan gapura pemakaman.
Kepalang tanggung, dengan memberanikan diri saya sapa hantu pocong itu, belum pernah saya lakukan hal ini sebelumnya. “hai hantu pocong, siapa namamu dan apa maksudmu”, kata saya. “heeei, aku salamun, siapa kamu”, jawab hantu itu dengan suara sengau. Aku sangat kaget, ternyata hantu pocong bisa bicara. “aku Hadi, memangnya kenapa?”, tanyaku. “heeei, kamu kenapa, kamu butuh apa?”, kata Salamun si hantu Pocong itu.  Mendengar jawaban hantu pocong itu, muncul sikap isengku, lalu aku jawab “aku lagi butuh uang, memangnya kamu punya?”, jawabku. “heeei, kamu minta berapa?” kata Salamun si hantu Pocong itu. Aku langsung menjawab “aku minta sepuluh juta, kamu punya?”. “heeei, untuk apa uang itu”, tanya si Hantu Pocong itu. “ya untuk makan dan biaya sekolah anakku”, kata saya. “hmmm, aku kasih lima juta, kamu mau?”. “ya, mau, mana uangnya?”, kata saya. Lalu tiba-tiba hantu pocong itu melempar saya dengan segepok uang limapuluh ribuan sambil berkata “itu uangnya, terimalah”, kata si hantu pocong itu dan iapun menghilang.
Saya pungut gepokan uang tersebut, tanpa menghitungnya, segera saya masukkan uang itu ke saku celana saya dan buru-buru saya kembali pulang ke rumah.  Setalah sapai di teras rumah, sebelum saya masuk, saya rogoh saku saya, ternyata masih ada, saya keluarkan uang itu lalu saya hitung, ternyata pas lima juta rupiah. Tak kuasa menahan rasa gembira, air mataku berlinang, dan aku bersyukur kepada Tuhan, dalam hati saya berkata “ya Allah, terima kasih ya Allah, siapapun yang memberikan ini kepadaku, tapi ini adalah pemberian-Mu, aku bersyukur  kepadamu, Engkau Maha Pemberi Rizki, berkatilah uang ini, keluargaku sangat membutuhkan uang ini”. Lalu aku masuk rumah, bergegas aku taruh uang ini di atas meja kamarku, lalu aku ambil air wudlu untuk bersembahyang, untuk memuji Allah, Tuhan yang telah memberikan rejeki kepadaku dengan cara-Nya
- See more at: http://infomistik.com/kisah-mendapat-uang-hantu-pocong-241.html#sthash.vi6X3tn2.dpuf

Cerita hantu seakan tak ada habisnya, cukup menarik untuk disimak, ada cerita yang lucu sampai yang seram, bahkan ada yang seakan mustahil. Masalah percaya atau tidak, itu lain urusan. Kali ini, tim mata batin infomistik akan menyajikan kiriman cerita dari salah seorang pembaca setia infomistik yang bernama Hadi, yang tinggal di Malang, Jawa Timur.  Menurutnya, cerita ini adalah kisah nyata yang terjadi beberapa bulan lalu.  Ia bertemu dengan hantu pocong, dan ia mendapatkan uang dari hanctu pocong tersebut.  Berikut ini adalah cerita kisah kejadian tersebut.
Para pembaca setia infomistik yang budiman di mana saja berada, izinkan saya sebelumnya saya perkenalkan diri terlebih dahulu, nama saya Hadi, lengkapnya Nur Hadi.  Saya tinggal di sebuah desa di Malang, Jawa Timur. Saat ini saya berumur 43 tahun dan sudah berkeluarga. Saya tidak memiliki  pekerjaan tetap, saya hanya menunggu orang-orang tetangga saya atau kawan saya yang menyuruh saya membantu mereka.  Yang tersering adalah membantu kawan yang sebagai kenek truk mengantar barang. Karena tidak ada pekerjaan tetap, penghasilan juga tidak tetap. Ekonomi keluarga sangat memprihatinkan.
Suatu malam, saya sedang bingung, beras sudah habis, uang sudah habis, bagaimana dengan ongkos anak saya sekolah besok, bagaimana dengan sarapanya, saya sangat bingung, mau pinjam teman ya tidak enak, orang macam saya mana dipercaya pinjam uang.  Malam itu saya berjalan tanpa arah sambil merenung.  Dalam perjalanan, tepatnya dekat kuburan, saya dikagetkan dengan munculnya sosok hantu pocong di pinggir jalan, dekat dengan gapura pemakaman.
Kepalang tanggung, dengan memberanikan diri saya sapa hantu pocong itu, belum pernah saya lakukan hal ini sebelumnya. “hai hantu pocong, siapa namamu dan apa maksudmu”, kata saya. “heeei, aku salamun, siapa kamu”, jawab hantu itu dengan suara sengau. Aku sangat kaget, ternyata hantu pocong bisa bicara. “aku Hadi, memangnya kenapa?”, tanyaku. “heeei, kamu kenapa, kamu butuh apa?”, kata Salamun si hantu Pocong itu.  Mendengar jawaban hantu pocong itu, muncul sikap isengku, lalu aku jawab “aku lagi butuh uang, memangnya kamu punya?”, jawabku. “heeei, kamu minta berapa?” kata Salamun si hantu Pocong itu. Aku langsung menjawab “aku minta sepuluh juta, kamu punya?”. “heeei, untuk apa uang itu”, tanya si Hantu Pocong itu. “ya untuk makan dan biaya sekolah anakku”, kata saya. “hmmm, aku kasih lima juta, kamu mau?”. “ya, mau, mana uangnya?”, kata saya. Lalu tiba-tiba hantu pocong itu melempar saya dengan segepok uang limapuluh ribuan sambil berkata “itu uangnya, terimalah”, kata si hantu pocong itu dan iapun menghilang.
Saya pungut gepokan uang tersebut, tanpa menghitungnya, segera saya masukkan uang itu ke saku celana saya dan buru-buru saya kembali pulang ke rumah.  Setalah sapai di teras rumah, sebelum saya masuk, saya rogoh saku saya, ternyata masih ada, saya keluarkan uang itu lalu saya hitung, ternyata pas lima juta rupiah. Tak kuasa menahan rasa gembira, air mataku berlinang, dan aku bersyukur kepada Tuhan, dalam hati saya berkata “ya Allah, terima kasih ya Allah, siapapun yang memberikan ini kepadaku, tapi ini adalah pemberian-Mu, aku bersyukur  kepadamu, Engkau Maha Pemberi Rizki, berkatilah uang ini, keluargaku sangat membutuhkan uang ini”. Lalu aku masuk rumah, bergegas aku taruh uang ini di atas meja kamarku, lalu aku ambil air wudlu untuk bersembahyang, untuk memuji Allah, Tuhan yang telah memberikan rejeki kepadaku dengan cara-Nya
- See more at: http://infomistik.com/kisah-mendapat-uang-hantu-pocong-241.html#sthash.vi6X3tn2.dpuf
Cerita hantu seakan tak ada habisnya, cukup menarik untuk disimak, ada cerita yang lucu sampai yang seram, bahkan ada yang seakan mustahil. Masalah percaya atau tidak, itu lain urusan. Kali ini, tim mata batin infomistik akan menyajikan kiriman cerita dari salah seorang pembaca setia infomistik yang bernama Hadi, yang tinggal di Malang, Jawa Timur.  Menurutnya, cerita ini adalah kisah nyata yang terjadi beberapa bulan lalu.  Ia bertemu dengan hantu pocong, dan ia mendapatkan uang dari hanctu pocong tersebut.  Berikut ini adalah cerita kisah kejadian tersebut.
Para pembaca setia infomistik yang budiman di mana saja berada, izinkan saya sebelumnya saya perkenalkan diri terlebih dahulu, nama saya Hadi, lengkapnya Nur Hadi.  Saya tinggal di sebuah desa di Malang, Jawa Timur. Saat ini saya berumur 43 tahun dan sudah berkeluarga. Saya tidak memiliki  pekerjaan tetap, saya hanya menunggu orang-orang tetangga saya atau kawan saya yang menyuruh saya membantu mereka.  Yang tersering adalah membantu kawan yang sebagai kenek truk mengantar barang. Karena tidak ada pekerjaan tetap, penghasilan juga tidak tetap. Ekonomi keluarga sangat memprihatinkan.
Suatu malam, saya sedang bingung, beras sudah habis, uang sudah habis, bagaimana dengan ongkos anak saya sekolah besok, bagaimana dengan sarapanya, saya sangat bingung, mau pinjam teman ya tidak enak, orang macam saya mana dipercaya pinjam uang.  Malam itu saya berjalan tanpa arah sambil merenung.  Dalam perjalanan, tepatnya dekat kuburan, saya dikagetkan dengan munculnya sosok hantu pocong di pinggir jalan, dekat dengan gapura pemakaman.
Kepalang tanggung, dengan memberanikan diri saya sapa hantu pocong itu, belum pernah saya lakukan hal ini sebelumnya. “hai hantu pocong, siapa namamu dan apa maksudmu”, kata saya. “heeei, aku salamun, siapa kamu”, jawab hantu itu dengan suara sengau. Aku sangat kaget, ternyata hantu pocong bisa bicara. “aku Hadi, memangnya kenapa?”, tanyaku. “heeei, kamu kenapa, kamu butuh apa?”, kata Salamun si hantu Pocong itu.  Mendengar jawaban hantu pocong itu, muncul sikap isengku, lalu aku jawab “aku lagi butuh uang, memangnya kamu punya?”, jawabku. “heeei, kamu minta berapa?” kata Salamun si hantu Pocong itu. Aku langsung menjawab “aku minta sepuluh juta, kamu punya?”. “heeei, untuk apa uang itu”, tanya si Hantu Pocong itu. “ya untuk makan dan biaya sekolah anakku”, kata saya. “hmmm, aku kasih lima juta, kamu mau?”. “ya, mau, mana uangnya?”, kata saya. Lalu tiba-tiba hantu pocong itu melempar saya dengan segepok uang limapuluh ribuan sambil berkata “itu uangnya, terimalah”, kata si hantu pocong itu dan iapun menghilang.
Saya pungut gepokan uang tersebut, tanpa menghitungnya, segera saya masukkan uang itu ke saku celana saya dan buru-buru saya kembali pulang ke rumah.  Setalah sapai di teras rumah, sebelum saya masuk, saya rogoh saku saya, ternyata masih ada, saya keluarkan uang itu lalu saya hitung, ternyata pas lima juta rupiah. Tak kuasa menahan rasa gembira, air mataku berlinang, dan aku bersyukur kepada Tuhan, dalam hati saya berkata “ya Allah, terima kasih ya Allah, siapapun yang memberikan ini kepadaku, tapi ini adalah pemberian-Mu, aku bersyukur  kepadamu, Engkau Maha Pemberi Rizki, berkatilah uang ini, keluargaku sangat membutuhkan uang ini”. Lalu aku masuk rumah, bergegas aku taruh uang ini di atas meja kamarku, lalu aku ambil air wudlu untuk bersembahyang, untuk memuji Allah, Tuhan yang telah memberikan rejeki kepadaku dengan cara-Nya
- See more at: http://infomistik.com/kisah-mendapat-uang-hantu-pocong-241.html#sthash.vi6X3tn2.dpuf